Kumpulan Berita Penelitian GUNUNG PADANG Cianjur, MAHAKARYA PERADABAN YANG HILANG
GUNUNG PADANG, MAHAKARYA PERADABAN YANG HILANG
Ada struktur geologi tak alamiah. Teknologi canggih zaman purba?
Dr Danny Hilman Natawidjaja
Gunung Padang, Mahakarya Peradaban yang Hilang
Ada struktur geologi tak alamiah. Teknologi canggih zaman purba?
Ada struktur geologi tak alamiah. Teknologi canggih zaman purba?
Danny H. Natawidjaja | Senin, 1 April 2013, 13:40 WIB
VIVAnews–Pada Maret tahun ini Tim Peneliti Mandiri
Terpadu kembali menggelar survei di Gunung Padang. Kali ini Tim
melakukan penggalian arkeologi dan survei geolistrik detil di sekitar
penggalian lereng timur bukit, di luar pagar situs cagar budaya.
Tim arkeologi dipimpin DR. Ali Akbar dari
Universitas Indonesia. Tim itu menemukan bukti yang mengkonfirmasi
hipotesa tim bahwa di bawah tanah Gunung Padang ada struktur bangunan
buatan manusia yang terdiri dari susunan batu kolom andesit, sama
seperti struktur teras batu yang sudah tersingkap, dan dijadikan situs
budaya di atas bukit. Terlihat di kotak gali permukaan fitur, susunan
batu kolom andesit ini sudah tertimbun lapisan tanah setebal setengah
sampai dua meter yang bercampur bongkahan pecahan batu kolom andesit (Gambar 1).
Gambar 1. Kotak gali arkeologi Tim
Dr. Ali Akbar UI. memperlihatkan permukaan bangunan yang disusun dari
batu-batu kolom andesit yang sudah tertutup oleh lapisan tanah dengan
bongkah-bongkah pecaan batuan. Batu kolom ini posisinya memanjang
sejajar lapisan. Doc.Foto: DHN
Batu-batu kolom andesit disusun dengan posisi mendekati horisontal dengan arah memanjang hampir barat-timur (sekitar 70 derajat dari utara ke timur – N 70 E), sama dengan arah susunan batu kolom di dinding timur-barat teras satu, dan undak lereng terjal yang menghubungkan teras satu dengan teras dua. Dari posisi horisontal batu-batu kolom andesit dan arah lapisannya, dapat disimpulkan dengan pasti, bahwa batu-batu kolom atau “columnar joints” ini bukan dalam kondisi alamiah.
Batu-batu kolom andesit disusun dengan posisi mendekati horisontal dengan arah memanjang hampir barat-timur (sekitar 70 derajat dari utara ke timur – N 70 E), sama dengan arah susunan batu kolom di dinding timur-barat teras satu, dan undak lereng terjal yang menghubungkan teras satu dengan teras dua. Dari posisi horisontal batu-batu kolom andesit dan arah lapisannya, dapat disimpulkan dengan pasti, bahwa batu-batu kolom atau “columnar joints” ini bukan dalam kondisi alamiah.
Batu-batu kolom hasil pendinginan dan
pelapukan batuan lava/intrusi vulkanis di alam maka arah memanjang
kolomnya akan tegak lurus terhadap arah lapisan atau aliran seperti
ditemukan di banyak tempat di dunia. Kenampakan susunan batu-kolom yang
terkuak di kotak gali memang terlihat luarbiasa rapi seperti layaknya
kondisi alami saja (contoh di Gambar 3).
Gambar 3. Giant Coast Way di
Irlandia Utara UK, singkapan batu kolom andesit alamiah yang sangat
terkenal. Arah kolom tegak lurus arah lapisan batuan lava yang membentuk
tebing-tebing di sepanjang pantai. Struktur rekahan tegak lurus kolom
adalah cerminan dari perlapisan mineral yang berasosiasi dengan aliran
lavanya. Doc. DHN
Sehingga tidak heran apabila di akhir 2012 lalu ada tim arkeolog lain bekerja terpisah, dan sudah ikut menggali di sini menyimpulkan batu-batu kolom andesit di bawah tanah ini merupakan sumber batuan alamiahnya; mungkin karena mereka belum mempertimbangkan aspek geologinya dengan lengkap, dan juga tidak mengetahui data struktur bawah permukaan seperti diperlihatkan oleh hasil survei geolistrik.
Sehingga tidak heran apabila di akhir 2012 lalu ada tim arkeolog lain bekerja terpisah, dan sudah ikut menggali di sini menyimpulkan batu-batu kolom andesit di bawah tanah ini merupakan sumber batuan alamiahnya; mungkin karena mereka belum mempertimbangkan aspek geologinya dengan lengkap, dan juga tidak mengetahui data struktur bawah permukaan seperti diperlihatkan oleh hasil survei geolistrik.
Semen purba
Yang lebih mengejutkan adalah ditemukannya material pengisi diantara batu-batu kolom ini. Bahkan diantaranya ada batu kolom yang sudah pecah berkeping-keping, namun ditata dan disatukan lagi oleh material pengisi, atau kita sebut saja sebagai semen purba (Gambar 2).
Yang lebih mengejutkan adalah ditemukannya material pengisi diantara batu-batu kolom ini. Bahkan diantaranya ada batu kolom yang sudah pecah berkeping-keping, namun ditata dan disatukan lagi oleh material pengisi, atau kita sebut saja sebagai semen purba (Gambar 2).
Gambar 2. Fragmen batu kolom yang pecah berkeping-keping disusun dan direkatkan oleh semen purba. Doc photo DHN
Makin ke bawah kotak gali, semen purba ini terlihat makin banyak, dan merata setebal 2 sentimeteran di antara batu-batu kolom. Selain di kotak gali, semen purba ini juga sudah ditemukan pada tebing undak antara teras satu dan dua, dan juga pada sampel inti bor dari kedalaman 1 sampai 15 meter dari pemboran yang dilakukan oleh tim pada tahun 2012 lalu di atas situs (Gambar 4).
Makin ke bawah kotak gali, semen purba ini terlihat makin banyak, dan merata setebal 2 sentimeteran di antara batu-batu kolom. Selain di kotak gali, semen purba ini juga sudah ditemukan pada tebing undak antara teras satu dan dua, dan juga pada sampel inti bor dari kedalaman 1 sampai 15 meter dari pemboran yang dilakukan oleh tim pada tahun 2012 lalu di atas situs (Gambar 4).
Gambar 4. Contoh sampel inti bor pada
kedalaman 11.15 – 11.35 meter yang memperlihatkan isian semen diantara
batu-batu kolom andesit.
Ahli geologi tim dan juga pembina pusat Ikatan Ahli Geologi Indonesia pusat, DR. Andang Bachtiar, berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukannya pada sampel semen purba dari undak terjal teras satu ke dua, menemukan fakta lebih mengejutkan lagi. Ternyata material semen ini mempunyai komposisi utama 45% mineral besi dan 41% mineral silika. Sisanya adalah 14% mineral lempung, dan juga terdapat unsur karbon. Ini adalah komposisi bagus untuk semen perekat yang sangat kuat.
Ahli geologi tim dan juga pembina pusat Ikatan Ahli Geologi Indonesia pusat, DR. Andang Bachtiar, berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukannya pada sampel semen purba dari undak terjal teras satu ke dua, menemukan fakta lebih mengejutkan lagi. Ternyata material semen ini mempunyai komposisi utama 45% mineral besi dan 41% mineral silika. Sisanya adalah 14% mineral lempung, dan juga terdapat unsur karbon. Ini adalah komposisi bagus untuk semen perekat yang sangat kuat.
Barangkali ia menggabungkan konsep
membuat resin, atau perekat modern dari bahan baku utama silika, dan
penggunaan konsentrasi unsur besi yang menjadi penguat bata merah.
Tingginya kandungan silika mengindikasikan semen ini bukan hasil
pelapukan dari batuan kolom andesit di sekelilingnya yang miskin silika.
Kemudian, kadar besi di alam, bahkan di
batuan yang ada di pertambangan mineral bijih sekalipun umumnya tak
lebih dari 5% kandungan besinya, sehingga kadar besi “semen Gunung
Padang” ini berlipat kali lebih tinggi dari kondisi alamiah.
Oleh karena itu dapat disimpulkan
material diantara batu-batu kolom andesit ini adalah adonan semen buatan
manusia. Artinya, teknologi masa itu kelihatannya sudah mengenal
metalurgi. Andang menjelaskan, bahwa satu teknik umum untuk
mendapatkan konsentrasi tinggi besi adalah dengan melakukan proses
pembakaran dari hancuran bebatuan dengan suhu sangat tinggi. Mirip
pembuatan bata merah, yaitu membakar lempung kaolinit dan illit untuk
menghasilkan konsentrasi besi tinggi pada bata tersebut.
Metalurgi purba?
Indikasi adanya teknologi metalurgi purba ini diperkuat lagi oleh temuan segumpal material seperti logam sebesar 10 sentimeter oleh tim Ali Akbar pada kedalaman 1 meter di lereng timur Gunung Padang. Material logam berkarat ini mempunyai permukaan kasar berongga-rongga kecil dipermukaannya. Diduga material ini adalah adonan logam sisa pembakaran (“slug”) yang masih bercampur dengan material karbon yang menjadi bahan pembakarnya, bisa dari kayu, batu bara atau lainnya. Rongga-rongga itu kemungkinan terjadi akibat pelepasan gas CO2 ketika pembakaran. Tim akan melakukan analisa lab lebih lanjut untuk meneliti hal ini.
Indikasi adanya teknologi metalurgi purba ini diperkuat lagi oleh temuan segumpal material seperti logam sebesar 10 sentimeter oleh tim Ali Akbar pada kedalaman 1 meter di lereng timur Gunung Padang. Material logam berkarat ini mempunyai permukaan kasar berongga-rongga kecil dipermukaannya. Diduga material ini adalah adonan logam sisa pembakaran (“slug”) yang masih bercampur dengan material karbon yang menjadi bahan pembakarnya, bisa dari kayu, batu bara atau lainnya. Rongga-rongga itu kemungkinan terjadi akibat pelepasan gas CO2 ketika pembakaran. Tim akan melakukan analisa lab lebih lanjut untuk meneliti hal ini.
Yang tidak kalah mencengangkan adalah
perkiraan umur dari semen purba ini. Hasil analisis radiometrik dari
kandungan unsur karbonnya pada beberapa sampel semen di bor inti dari
kedalaman 5 – 15 meter yang dilakukan pada 2012 di laboratorium
bergengsi BETALAB, Miami, USA pada pertengahan 2012 menunjukan umur
dengan kisaran antara 13.000 sampai 23.000 tahun lalu. Kemudian, hasil
carbon dating dari lapisan tanah yang menutupi susunan batu kolom
andesit di kedalaman 3-4 meter di Teras 5 menunjukkan umur sekitar 8700
tahun lalu.
Sebelumnya hasil carbon dating yang
dilakukan di laboratorium BATAN dari pasir dominan kuarsa yang mengisi
rongga di antara kolom-kolom andesit di kedalaman 8-10 meter di bawah
Teras lima, juga menunjukkan kisaran umur sama yaitu sekitar 13.000
tahun lalu.
Fakta itu sangat kontroversial karena
pengetahuan mainstream sekarang belum mengenal atau mengakui ada
peradaban (tinggi) pada masa se-purba ini, di manapun di dunia, apalagi
di nusantara yang konon masa pra-sejarahnya banyak diyakini masih
primitif walaupun alamnya luarbiasa indah dan kaya; sementara di wilayah
tandus gurun pasir Mesir orang bisa membuat bangunan piramida yang
sangat luarbiasa itu. Tapi fakta di Gunung Padang berbicara lain.
Rasanya bukan mustahil lagi bangsa Nusantara mempunyai peradaban yang
semaju peradaban Mesir purba, bahkan pada masa yang jauh lebih tua lagi.
Struktur bangunan dari susunan batu-batu
kolom berdiameter sampai 50 cm dengan panjang bisa lebih dari 1 meter
ini sudah sangat spektakuler karena bagaimanakah masyarakat purbakala
dapat menyusun batu-batu besar yang sangat berat ini demikian rapi dan
disemen pula oleh adonan material yang istimewa. Selanjutnya survei
geolistrik yang dilakukan di sekitar lokasi pengalian oleh tim
geologi/geofisika dari LabEarth LIPI, menguak fakta yang tidak kalah
fantastis dari fitur bangunan purba di bawah permukaan ini.
Survei terbaru ini adalah survei
pendetilan sebagai lanjutan dari puluhan lintasan survei geolistrik 2-D,
3-D dan survei georadar yang sudah dilakukan pada tahun 2011, 2012 dan
awal 2013 di sekujur badan Gunung Padang, dari kaki sampai puncak bukit.
Hasil survei geolistrik memperlihatkan
bahwa lapisan susunan batu kolom yang terlihat di kotak gali
keberadaannya dapat diikuti terus sampai ke atas bersatu di bawah badan
situs Gunung Padang di atas bukit, dan juga melebar sampai jauh ke kaki
bukit (Gambar 5).
Gambar 5. Penampang struktur bawah
permukaan berdasarkan resistivitas batuan dari lintasan geolistrik
melewati kotak gali (testpit) arkeologi. Lapisan bangunan dari susunan
kolom andesit terlihat menerus ke bagian bawah dari situs di atas bukit
dan juga ke kaki bukit. Di bawahnya terlihat geometri unik yang diduga
masih bangunan. Peralatan survey memakai Supersting R8 dan software
Earth Imager. Model di atas memakai metoda Average Resistivity. Nilai
RMS menunjukkan bahwa hasil simulasi dari model ini mempunyai
perbedaan/tingkat kesalahan hanya 4% dibandingkan dengan data hasil
survey. Doc. DHN-LabEarth LIPI.
Teka-teki batuan lava
Fakta ini mendukung hasil penelitian ahli arsitektur Pon Purajatniko, anggota tim terpadu yang juga pernah menjabat Ketua Ikatan Ahli Arsitektur Jawa Barat, yang pertama kali melontarkan gagasan tentang struktur teras-teras Gunung Padang mirip situs Michu Pichu di Peru.
Teka-teki batuan lava
Fakta ini mendukung hasil penelitian ahli arsitektur Pon Purajatniko, anggota tim terpadu yang juga pernah menjabat Ketua Ikatan Ahli Arsitektur Jawa Barat, yang pertama kali melontarkan gagasan tentang struktur teras-teras Gunung Padang mirip situs Michu Pichu di Peru.
Sampai saat ini penggalian dilakukan baru
sampai kedalaman 4 meteran saja, namun survei geolistrik memperlihatkan
di bawahnya masih ada kenampakan struktur bangunan dengan geometri yang
terlihat menakjubkan sampai kedalaman lebih dari 10 meter. Hasil
survei geolistrik, dan georadar juga sudah dapat memperlihatkan struktur
(geologi) bawah permukaan yang membentuk morfologi bukit Gunung Padang
adalah lapisan batuan dengan ketebalan 30-50 meter yang mempunyai nilai
tahanan listrik (resistivitas) sangat tinggi (ribuan Ohm-Meter)
berbentuk seperti lidah dengan posisi hampir horisontal, selaras dengan
bukit memanjang utara-selatan, dan miring landai ke arah utara. Jadi
selaras juga dengan undak-undak teras yang dibangun di atasnya.
Lapisan batu berbentuk seperli lidah ini
juga mempunyai bidang miring yang rata ke arah barat dan timur bukit
selaras dengan kemiringan lerengnya. Lapisan lava ini berada pada
kedalaman lebih dari 10 meter di bawah permukaan.
Dari data pemboran yang dilakukan oleh
DR. Andang Bachtiar dan juga analisis mikroskopik batuan dari sampel
inti bor yang dilakukan oleh DR. Andri Subandrio, ahli geologi batuan
gunung api dari Lab. Petrologi ITB, dapat dipastikan tubuh batuan
dengan resistivitas tinggi ini adalah batuan lava andesit, sama seperti
tipe batu kolom dari situs Gunung Padang. Hal lain cukup menarik dari
analisa petrologi adalah temuan banyaknya retakan-retakan mikroskopik
pada sayatan tipis batu kolom andesit yang diduga non-alamiah. Soalnya,
retakan itu memotong kristal-kristal mineral penyusunnya.
Dari banyak penampang geolistrik,
terlihat lidah lava andesit ini mempunyai leher intrusi (sumber
terobosan batuan vulkanis dari bawah) berlokasi di area lereng selatan
dari situs Gunung Padang. Jadi setelah cairan panas intrusi magma
mencapai permukaan kemudian mengalir ke utara, dan setelah mendingin
membentuk lidah lava tersebut. Yang masih menjadi teka-teki besar
adalah apakah tubuh batuan lava di perut Gunung Padang ini adalah sumber
dari batu-batu kolom andesit yang dipakai untuk menyusun situs?
Boleh jadi benar. Sampai saat ini tidak
ditemukan ada sumber batuan kolom andesit dalam radius beberapa
kilometer dari Gunung Padang. Masalahnya tidak ada bekas-bekas
penambangan, atau lapisan lava yang tersingkap di area Gunung Padang.
Jadi, apabila orang berhipotesa bahwa
sumber batuannya dari dalam bukit, maka mau tidak mau harus juga
mengasumsikan dulunya lapisan lava itu pernah tersingkap, atau ditambang
oleh manusia purba, kemudian baru batu-batu kolom yang sudah diambil
lalu disusun-ulang untuk menutupi sekujur badan lava menjadi satu
mahakarya monumen arsitektur besar yang luarbiasa.
Perlu juga dicatat bahwa mengekstraksi
batu-batu kolom andesit dari batuan induknya bukanlah hal mudah. Ia
harus dapat memisahkan batu-batu besar dan berat tersebut dengan utuh
dari batuan induknya dalam jumlah sangat besar. Berbeda dengan
penambangan batuan biasa yang tidak perlu kuatir dengan batu yang pecah,
misalnya dengan peledakan dinamit. Yang jelas untuk abad sekarang atau
ratusan tahun ke belakang di dunia ini tak pernah ada penambangan
batu-batu kolom andesit untuk dipakai sebagai bata bangunan.
Lebih dahsyat dari Borobudur?
Penelitian di Gunung Padang belum selesai. Tim Mandiri Terpadu , walaupun tanpa dibantu dana negara, akan terus bekerja keras meneliti banyak misteri besar yang masih belum terkuak. Termasuk melakukan pemboran, atau eskavasi dalam untuk membuktikan dengan lebih gamblang keberadaan struktur bangunan dan ruang-ruang di bawah kedalaman 4-5 meter.
Penelitian di Gunung Padang belum selesai. Tim Mandiri Terpadu , walaupun tanpa dibantu dana negara, akan terus bekerja keras meneliti banyak misteri besar yang masih belum terkuak. Termasuk melakukan pemboran, atau eskavasi dalam untuk membuktikan dengan lebih gamblang keberadaan struktur bangunan dan ruang-ruang di bawah kedalaman 4-5 meter.
Demikian juga pentarikhan umur situs.
Walaupun sudah dilakukan dengan teliti dan hati-hati, masih perlu dicek
ulang dengan sampel-sampel yang lebih baik lagi, karena umur ini hal
yang sangat vital untuk kesimpulan akhirnya nanti.
Tim juga menduga situs Gunung Padang
kemungkinan besar tidak dibangun dalam satu masa, tapi produk lebih dari
satu lapis kebudayaan. Misalnya, yang membuat batu-batu kolom menjadi
menhir-menhir, belum tentu sama dengan masyarakat yang membuat susunan
batu-batu kolom dengan semen purba. Demikian juga bangunan susunan batu
kolom andesit di permukaan, atau yang sudah tertimbun beberapa meter di
bawah, belum tentu dibangun satu masa dengan struktur bangunan di
bawahnya lagi.
Penelitian ala Tim Mandiri Terpadu
memperlihatkan bahwa bahu membahu yang erat dari berbagai disiplin ilmu
dengan metoda penelitian saling mengisi sangat diperlukan untuk menguak
warisan kebudayaan nusantara. Masalah Gunung Padang tidak bisa lagi
dikesampingkan. Walaupun masih banyak pertanyaan belum terjawab, dan
analisa yang belum tuntas, hasil-hasil penelitian yang sudah ada
memberikan banyak informasi penting.
Juga ada harapan situs Gunung Padang
berpotensi setara Borobudur, dengan makna yang penting karena dapat
menjadi terobosan pengetahuan tentang “the craddle of civilizations”
pada abad ini. Ia bisa menjadi bukti monumen besar dari peradaban
adijaya tertua di dunia, yang entah karena bencana apa, musnah ribuan
tahun lalu dalam masa pra-sejarah Indonesia. Wallahua alam.
Dr. Danny H. Natawidjaja,
Koordinator Tim Peneliti Mandiri Terpadu Gunung Padang
© VIVA.co.i
Ubah Peta Peradaban Dunia
Gagah Wijoseno - detikNews
Jakarta - Ada yang baru dari hasil eskavasi di Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat. Ternyata ada struktur menarik di situs megalitikum itu. Di lapisan bawah tanah, di kedalaman 4,5 meter ditemukan teknologi unik.
“Di antara struktur tersebut ditemukan pecahan logam besi sepanjang 10 centimeter. Selain itu di antara batu-batu terdapat lapisan semen purba yang berfungsi sebagai perekat,” jelas Ketua Masyarakat Arkeologi Indonesia (MARI) Ali Akbar yang juga ketua tim terpadu mandiri saat berbincang, Senin (1/4/2013).
Jadi, lanjut Akbar, pembangunan itu diduga dilakukan oleh beberapa generasi. Karena setelah teknik dengan semen dan pecahan logam besi, pembangunan setelahnya hanya batu yang ditumpuk. Hal itu bisa dilihat dari hasil dating carbon yang dilakukan.
Hasil Laboratorium Beta Analityc Radiocarbon Dating (BETA) di Miami,
Amerika Serikat, yang diakui secara internasional, berhasil menentukan
umur atau usia absolut situs ini. Pada kedalaman 0,5 meter situs ini
berusia 500 Sebelum Masehi (SM). Pada kedalaman 3 meter, situs ini
berusia 4700 SM.
“Ditemukannya struktur batu pada kedalaman tersebut membuktikan bahwa di Indonesia pernah ada bangunan yang dibuat oleh manusia pada 4700 SM atau jauh lebih tua dari bangunan-bangunan kuno yang ada di dunia. Sebagai pembanding, bangunan piramida di Mesir dibuat pada sekitar 3000 SM. Hasil ekskavasi arkeologi di Gunung Padang ini tentu saja telah mengubah peradaban dunia,” jelas Ali.
Rencananya, tim ini bulan depan akan melanjutkan ekskavasi untuk terus menelusuri struktur yang masih terpendam di dalam tanah. Sebagai pembanding, Candi Prambanan yang dibuat pada sekitar 800 Masehi didirikan di atas tanah urukan setebal 14 meter.
“Jika di Gunung Padang ditemukan susunan batu buatan manusia sampai dengan kedalaman 8 meter, maka dunia pun akan tercengang. Pada kedalaman tersebut kemungkinan akan ditemukan bukti peradaban umat manusia pada 11600 SM. Padahal peradaban besar dunia baik di Mesopotamia, Mesir, Cina, maupun Yunani yang tertua berusia sekitar 4000 SM,” urainya.
(gah/ndr)
“Ditemukannya struktur batu pada kedalaman tersebut membuktikan bahwa di Indonesia pernah ada bangunan yang dibuat oleh manusia pada 4700 SM atau jauh lebih tua dari bangunan-bangunan kuno yang ada di dunia. Sebagai pembanding, bangunan piramida di Mesir dibuat pada sekitar 3000 SM. Hasil ekskavasi arkeologi di Gunung Padang ini tentu saja telah mengubah peradaban dunia,” jelas Ali.
Rencananya, tim ini bulan depan akan melanjutkan ekskavasi untuk terus menelusuri struktur yang masih terpendam di dalam tanah. Sebagai pembanding, Candi Prambanan yang dibuat pada sekitar 800 Masehi didirikan di atas tanah urukan setebal 14 meter.
“Jika di Gunung Padang ditemukan susunan batu buatan manusia sampai dengan kedalaman 8 meter, maka dunia pun akan tercengang. Pada kedalaman tersebut kemungkinan akan ditemukan bukti peradaban umat manusia pada 11600 SM. Padahal peradaban besar dunia baik di Mesopotamia, Mesir, Cina, maupun Yunani yang tertua berusia sekitar 4000 SM,” urainya.
(gah/ndr)
Selasa, 26/03/2013 06:31 WIB
Teknologi Pembangunan Gunung Padang
Lebih Maju dari Piramida Mesir
Fajar Pratama - detikNews
Jakarta - Usia bangunan
yang ada di Gunung Padang di Cianjur diperkirakan jauh lebih tua dari
piramida di Mesir. Hasil itu diperoleh berdasarkan temuan di Gunung
Padang yang dianalisis di laboratorium Beta Analitic Miami di Florida,
AS.
“Menunjukkan angka yang lebih tua
daripada piramida Mesir. Laboratorium itu berstandar internasional dan
menjadi rujukan para peneliti di dunia internasional,” jelas Arkeolog
Ali Akbar saat berbincang, Selasa (26/3/2013).
Ali mengurai hasil penelitiannya, terkait
temuan di lapisan-lapisan tanah di Gunung Padang, yakni. umur dari
lapisan tanah di dekat permukaan, 60 cm di bawah permukaan, sekitar 600
tahun SM. Ini merupakan hasil carbon dating dari sampel yang diperiksa
di Laboratorium Badan Atom Nasional (BATAN).
Umur dari lapisan pasir kerikil pada
kedalaman sekitar 3-4 meter di Bor-1 yang melandasi Situs Gunung Padang
di atasnya, sehingga bisa dianggap umur ketika Situs Gunung Padang di
lapisan atas dibuat, sekitar 4700 tahun SM atau lebih tua. Ini juga
hasil analisis laboratorium BATAN.
Umur lapisan tanah uruk di kedalaman 4
meter diduga man made stuctures, struktur yang dibuat oleh manusia,
dengan ruang yang diisi pasir di kedalaman 8-10 meter di bawah Teras 5
pada Bor-2, sekitar 7600-7800 SM ini merupakan hasil tes di laboratorium
Miami Florida.
Kemudian umur dari pasir yang mengisi
rongga di kedalaman 8-10 meter di Bor-2, sekitar 11.600-an tahun SM atau
lebih tua, hasil uji di laboratorium BATAN.
Dan umur dari lapisan dari kedalaman
sekitar 5 meter sampai 12 meter, sekitar 14500 – 25000 SM, hasil uji di
laboratorium Miami Florida.
“Jika tanah yang berada di bawah
permukaan situs Gunung Padang merupakan tanah alami atau bukan merupakan
tanah urukan, maka seharusnya usia tanah tersebut minimal 1 juta tahun
lalu. Tanah alami di daerah pegunungan karena merupakan aktivitas gunung
berapi tentu usianya sangat tua, minimal 1 juta tahun lalu,” jelasnya
membandingkan.
Jadi berdasarkan penelitian laboratorium,
usia bangunan di Gunung Padang kuat dugaan buatan leluhur manusia
Indonesia. Nah, dengan melihat konstruksinya juga, bangunan di sana
lebih maju dari piramida Mesir yang berusia ratusan tahun sebelum
masehi. Bangunan di Gunung Padang menggunakan perekat purba.
“Piramida sepengetahuan saya tidak pakai
perekat. Konstruksinya adalah balok-balok batu besar yang saling
ditumpuk sehingga balok bagian atas memberi beban ke balok di bawahnya,”
imbuhnya.
Juga, dapat disimpulkan bahwa situs
Gunung Padang dibangun di atas tanah urukan atau telah terdapat campur
tangan manusia atau pekerjaan tangan masyarakat sampai dengan kedalaman
12 meter.
“Hasil geolistrik menunjukkan kemungkinan
struktur batuan bisa mencapai kedalaman 8 meter. Diibaratkan zaman
sekarang, sebelum membuat bangunan, dibuat dulu pondasinya. Dapat
dibayangkan bahwa nenek moyang kita membuat pondasinya saja sudah 8
meter, berarti bangunan berdiri di atas pondasi pasti sangat besar
ukurannya,” tuturnya.
(ndr/fjr)
Selasa, 26/03/2013 06:05 WIB
Ini 3 Teknik Masyarakat Zaman Dahulu
Susun Konstruksi Gunung Padang
Fajar Pratama - detikNews
Jakarta - Perlahan mulai
terungkap, ada bangunan yang disusun di Gunung Padang, Cianjur, Jabar.
Arkelolog Ali Akbar selalu ketua tim eskavasi menyebut, ada sejumlah
teknik yang digunakan masyarakat era itu. Pastinya mereka sudah kenal
yang namanya perekat atau semen untuk menyusun bangunan.
“Minimal ada tiga teknik konstruksi
bangunan di Gunung Padang. Konstruksi pertama yakni potongan-potongan
batu itu lalu disusun menumpuk semakin lama semakin tinggi sehingga
membentuk dinding seperti benteng,” kata Ali yang juga pengajar di
arkeologi UI ini saat berbincang, Selasa (26/3/2013).
Ali menjelaskan, timnya menemukan perekat
purba atau semacam semen di antara patahan batuan penyusun Gunung
Padang. Situs Gunung Padang adalah bangunan monumental di Cianjur Jawa
Barat yang dibuat dari batuan columnar joint.
Columnar joint secara alami berbentuk
memanjang dengan penampang berbentuk segi lima. Panjang columnar joint
dapat mencapai tiga meter atau lebih. Masyarakat masa lalu yang membuat
Gunung Padang terlebih dahulu memotong-motong batuan tersebut sehingga
dihasilkan potongan sepanjang 50-100 centimeter.
“Teknik konstruksi yang kedua ini, yakni
menggunakan perekat sejauh ini belum ditemukan pada bangunan-bangunan
purbakala pada masa prasejarah,” tambahnya.
Adonan atau perekat purba yang kini telah
membatu tersebut secara konsisten ditemukan di antara potongan-potongan
batuan untuk menyambung batuan tersebut. Warna perekat hitam, berbeda
sekali dengan batu columnar joint yang keabu-abuan. Saat ini riset di
lapangan masih berlangsung dan beberapa sampel perekat telah dibawa
untuk dianalisi di laboratorium untuk mengetahui komposisi mineral dan
campurannya. T
“Teknik konstruksi yang ketiga adalah
masyarakat Gunung Padang menggali tanah terlebih dahulu lalu menaruh dan
menumpuk potongan-potongan batuan sehingga membentuk pondasi bangunan.
Pondasi bangunan Gunung Padang itulah yang ditemukan tim ini pada saat
ekskavasi arkeologi sampai kedalaman 4 meter,” tuntasnya.
Gunung Padang diyakini sebagai punden
berundak. Peninggalan zaman prasejarah. Melihat kondisi temuan susunan
bangunan ini, lanjut Ali bisa dibayangkan teknologi manusia Indonesia
yang ternyata sudah maju.
(ndr/fjp)
Senin, 25/03/2013 16:09 WIB
Temuan Arkeolog, Gunung Padang
Dirancang Arsitek Ulung
Rachmadin Ismail - detikNews
Jakarta - Temuan menarik
kembali datang dari penggalian di Gunung Padang, Cianjur, Jabar.
Diperoleh bukti bahwa konstruksi bangunan Gunung Padang dirancang oleh
arsitek ulung dengan teknologi yang tergolong luar biasa.
“Bangunan Gunung Padang pada teras 1
menggunakan bahan baku yakni batu columnar joint alami. Namun batu-batu
panjang berpenampang segi lima tersebut terlebih dahulu dipotong-potong
oleh masyarakat masa lalu. Potongan-potongan itu lalu disusun di bukit
agar dinding bukit semakin kuat dan tidak longsor,” jelas Ketua Tim
Arkeolog Ali Akbar dalam keterangannya, Senin (25/3/2013).
Tim arkeolog melakukan penggalian sejak
Mei 2012. Diketahui, pada sisi utara bukit, potongan batu disusun
sedemikian rupa sehingga seperti paku atau pasak yang menancap di bukit.
“Batu-batu menancap dengan posisi
utara-selatan. Pada sisi timur bukit, potongan-potonhan batu ditancap
dengan arah timur barat. Hasilnya adalah semacam bangunan perbentengan
dengan dinding yang sangat kuat,” jelasnya.
Hasil ekskavasi arkeologi baru-baru ini
di lereng timur pada kedalaman 1 meter memperoleh potongan-potongan batu
seperti yang terlihat di teras 1. Dapat disimpulkan bahwa di dalam
tanah masih banyak struktur bangunan yang masih terpendam.
“Bahkan ditemukan semacam semen atau
perekat purba yang berfungsi untuk menyambung patahan-patahan batu
tersebut. Saat ini temuan tersebut sedang dianalisis di laboratorium
untuk mengetahui campuran atau komposisi mineralnya,” tambahnya.
Tim Mandiri terpadu terus melakukan
riset, dan semakin terbukti bahwa di dalam tanah Gunung Padang masih
banyak struktur batu yang disusun oleh manusia. Temuan ini sekaligus
menunjukkan keahlian pembangun Gunung Padang.
“Kuat indikasinya bahwa bebatuan yang tersusun di lereng adalah hasil dari penataan nenek moyang kita dulu,” tuntasnya.
(mad/ndr)
abtu, 30/03/2013 17:03 WIB
Arkeolog Duga Tinggi Bangunan Gunung Padang 110 Meter, Buatan Manusia
Fajar Pratama - detikNews
“Piramida Mesir yang tertinggi kalau nggak salah 132 meter. Bangunan Gunung Padang minimal tingginya 110 meter,” jelas arkeolog Ali Akbar dalam keterangannya, Sabtu (30/3/2013).
Gunung padang menurut Ali, merupakan sebuah bukit setinggi 995 meter di atas permukaan air laut (mdpl). Pada ketinggian 885 mdpl ditemukan terasering yang kemungkinan merupakan kaki bangunan.
“Namun ekskavasi yang masih berlangsung saat ini menunjukkan bahwa di kedalaman lebih dari 4 meter masih ada struktur buatan manusia,” jelasnya.
Hasil pengeboran yang dilakukan oleh geolog Dr. Andang Bachtiar juga diperoleh hasil bahwa sampai kedalaman 18 meter terdapat susunan batu-batu panjang berpenampang segilima (columnar joint) yang disusun manusia.
“Pengeboran tersebut juga menemukan semacam semen purba di antara columnar joint. Dr. Andri S, petrograf menyatakan semen tersebut bukan batuan alami melainkan adonan yang berfungsi sebagai perekat,” tambahnya.
Ali juga mengungkapkan sejumlah bukti adanya bangunan besar buatan manusia. Pertama, orientasi struktur batu di lereng timur adalah rebah (horisontal) Timur-Barat. Sementara itu, orientasi struktur batu di lereng utara adalah rebah utara-selatan.
“Secara alami, columnar joint di dalam tanah posisinya berdiri (vertikal). Jika columnar joint secara alami rebah, maka orientasinya akan seragam misalnya seluruhnya mengarah ke utara,” imbuhnya.
Kedua, struktur batu columnar joint yang ditemukan di kedalaman 4 meter diselingi lapisan semen purba. Semen purba tersebut berfungsi sebagai perekat sehingga struktur bangunan menjadi sangat kokoh.
“Dr. Andang Bachtiar yang melakukan analisis terhadap semen menyatakan pada semen tersebut terdapat mono cristallin quartz, iron-magnesium oxides dan clay. Oxide mengandunghematite, magnetite, dan unsur lainnya yang jelas bukan berasal dari pelapukan batu columnar joint,” jelasnya lagi.
Dan yang ketiga, hasil ekskavasi memperoleh temuan logam berupa terak besi buatan manusia di antara struktur batuan di lereng timur. Hasil analisis Laboratorium Uji Departemen Teknik Metalurgi dan Mineral Universitas Indonesia menunjukkan kadar besi dan carbon yang tinggi. Artinya, masyarakat yang membuat situs Gunung Padang telah mengenal pembakaran, pengolahan, dan pemurnian logam.
“Berdasarkan hasil penelitian tersebut, jelas kiranya bahwa di bawah tanah Gunung Padang pernah terdapat aktivitas masyarakat masa lalu yang antara lain membuat struktur bangunan (manmade). Lapisan alami Gunung Padang jika mengacu pada hasil pengeboran kemungkinan besar terdapat pada kedalaman 18 meter dari permukaan tanah sekarang,” tuntasnya.
(ndr/aan)
Selasa, 26/03/2013 06:31 WIB
Teknologi Pembangunan Gunung Padang Lebih Maju dari Piramida Mesir
Fajar Pratama - detikNews
“Menunjukkan angka yang lebih tua daripada piramida Mesir. Laboratorium itu berstandar internasional dan menjadi rujukan para peneliti di dunia internasional,” jelas Arkeolog Ali Akbar saat berbincang, Selasa (26/3/2013).
Ali mengurai hasil penelitiannya, terkait temuan di lapisan-lapisan tanah di Gunung Padang, yakni. umur dari lapisan tanah di dekat permukaan, 60 cm di bawah permukaan, sekitar 600 tahun SM. Ini merupakan hasil carbon dating dari sampel yang diperiksa di Laboratorium Badan Atom Nasional (BATAN).
Umur dari lapisan pasir kerikil pada kedalaman sekitar 3-4 meter di Bor-1 yang melandasi Situs Gunung Padang di atasnya, sehingga bisa dianggap umur ketika Situs Gunung Padang di lapisan atas dibuat, sekitar 4700 tahun SM atau lebih tua. Ini juga hasil analisis laboratorium BATAN.
Umur lapisan tanah uruk di kedalaman 4 meter diduga man made stuctures, struktur yang dibuat oleh manusia, dengan ruang yang diisi pasir di kedalaman 8-10 meter di bawah Teras 5 pada Bor-2, sekitar 7600-7800 SM ini merupakan hasil tes di laboratorium Miami Florida.
Kemudian umur dari pasir yang mengisi rongga di kedalaman 8-10 meter di Bor-2, sekitar 11.600-an tahun SM atau lebih tua, hasil uji di laboratorium BATAN.
Dan umur dari lapisan dari kedalaman sekitar 5 meter sampai 12 meter, sekitar 14500 – 25000 SM, hasil uji di laboratorium Miami Florida.
“Jika tanah yang berada di bawah permukaan situs Gunung Padang merupakan tanah alami atau bukan merupakan tanah urukan, maka seharusnya usia tanah tersebut minimal 1 juta tahun lalu. Tanah alami di daerah pegunungan karena merupakan aktivitas gunung berapi tentu usianya sangat tua, minimal 1 juta tahun lalu,” jelasnya membandingkan.
Jadi berdasarkan penelitian laboratorium, usia bangunan di Gunung Padang kuat dugaan buatan leluhur manusia Indonesia. Nah, dengan melihat konstruksinya juga, bangunan di sana lebih maju dari piramida Mesir yang berusia ratusan tahun sebelum masehi. Bangunan di Gunung Padang menggunakan perekat purba.
“Piramida sepengetahuan saya tidak pakai perekat. Konstruksinya adalah balok-balok batu besar yang saling ditumpuk sehingga balok bagian atas memberi beban ke balok di bawahnya,” imbuhnya.
Juga, dapat disimpulkan bahwa situs Gunung Padang dibangun di atas tanah urukan atau telah terdapat campur tangan manusia atau pekerjaan tangan masyarakat sampai dengan kedalaman 12 meter.
“Hasil geolistrik menunjukkan kemungkinan struktur batuan bisa mencapai kedalaman 8 meter. Diibaratkan zaman sekarang, sebelum membuat bangunan, dibuat dulu pondasinya. Dapat dibayangkan bahwa nenek moyang kita membuat pondasinya saja sudah 8 meter, berarti bangunan berdiri di atas pondasi pasti sangat besar ukurannya,” tuturnya.
(ndr/fjr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar